
Tidur merupakan kebutuhan biologis yang esensial untuk menjaga kesehatan fisik dan mental. Rekomendasi umum menyarankan orang dewasa tidur selama 7-9 jam setiap malam dalam satu periode panjang (monophasic sleep). Namun, konsep polyphasic sleep atau pola tidur yang membagi waktu istirahat menjadi beberapa sesi singkat dalam sehari, semakin menarik perhatian, terutama di kalangan individu yang ingin memaksimalkan waktu produktif. Artikel ini akan membahas apakah metode ini benar-benar menggantikan tidur 8 jam yang selama ini dianggap ideal?
Mengenal Polyphasic Sleep
Polyphasic sleep adalah pola tidur yang memecah jam tidur menjadi beberapa segmen dalam 24 jam, berbeda dari pola monophasic yang hanya memiliki satu periode tidur utama. Terdapat beberapa variasi populer, di antaranya:
- Everyman: Menggabungkan tidur inti selama 3-4 jam pada malam hari dengan 2-3 kali tidur singkat (nap) masing-masing 20-30 menit.
- Uberman: Terdiri dari enam kali tidur singkat, masing-masing sekitar 20 menit, tanpa adanya tidur inti.
- Dymaxion: Empat kali tidur singkat masing-masing 30 menit, dengan total hanya sekitar 2 jam tidur dalam 24 jam.
Metode ini diklaim mampu memanfaatkan fase tidur REM (Rapid Eye Movement) secara lebih efisien sehingga seseorang tetap merasa segar meskipun total waktu tidur jauh lebih sedikit.
Alasan Daya Tarik Polyphasic Sleep
Daya tarik utama polyphasic sleep terletak pada janji produktivitas yang lebih tinggi. Dengan mempersingkat jam tidur, seseorang diyakini dapat memperoleh waktu ekstra untuk bekerja, belajar, atau beraktivitas. Beberapa tokoh sejarah seperti Leonardo da Vinci dan Nikola Tesla kerap disebut sebagai praktisi pola tidur ini, meskipun bukti historisnya masih diperdebatkan. Di era modern, pola ini banyak menarik perhatian pelajar, pekerja kreatif, dan wirausahawan yang memiliki jadwal padat.
Bukti Ilmiah dan Dampak Kesehatan
Meskipun menarik, penelitian ilmiah mengenai polyphasic sleep masih terbatas dan belum mendukung klaim efektivitasnya sebagai pengganti tidur malam penuh. Sejumlah risiko kesehatan yang telah diidentifikasi meliputi:
- Gangguan Ritme Sirkadian
Tubuh manusia memiliki jam biologis internal yang mengatur siklus tidur-bangun berdasarkan cahaya alami. Memecah tidur dapat mengganggu ritme ini, memengaruhi produksi hormon seperti melatonin yang penting untuk kualitas tidur. - Kualitas Tidur Menurun
Tidur singkat biasanya tidak memberikan cukup waktu untuk melalui seluruh tahap tidur, terutama tahap tidur dalam (slow-wave sleep), yang krusial bagi pemulihan fisik dan konsolidasi memori. - Penurunan Fungsi Kognitif
Kurang tidur dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi, daya ingat, kemampuan pengambilan keputusan, serta peningkatan risiko kesalahan dalam aktivitas sehari-hari. - Risiko Kesehatan Jangka Panjang
Kebiasaan tidur yang tidak mencukupi dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung, diabetes, gangguan metabolisme, dan penurunan sistem kekebalan tubuh.
Pengalaman Praktis
Beberapa orang melaporkan mampu menjalani pola polyphasic sleep dalam jangka pendek, terutama pada variasi yang tetap menyediakan tidur inti seperti Everyman. Namun, banyak yang mengalami kelelahan, gangguan suasana hati, serta kesulitan mempertahankan jadwal tidur yang sangat ketat. Ketika pola tidur terganggu, utang tidur dapat menumpuk dan memengaruhi kesehatan secara keseluruhan.
Kesimpulan
Meskipun polyphasic sleep menawarkan iming-iming waktu produktif yang lebih panjang, bukti ilmiah belum mendukung klaim bahwa tidur dalam banyak sesi dapat sepenuhnya menggantikan 8 jam tidur monophasic. Untuk sebagian besar orang, menjaga pola tidur yang konsisten dengan total durasi 7-9 jam per hari baik dalam bentuk monophasic atau biphasic (misalnya ditambah tidur siang singkat) tetap menjadi pilihan paling aman dan sehat. Eksperimen tidur ekstrem sebaiknya dilakukan dengan pertimbangan matang dan pemantauan kesehatan yang ketat.
READ ALSO ARTICLE: Manfaat Mematikan Lampu Saat Tidur untuk Kesehatan
