Penyakit Kulit dari Baju Bekas: Mitos atau Fakta?

Tren thrifting atau belanja pakaian bekas bukan hanya soal gaya atau penghematan, tapi juga jadi bagian dari gaya hidup berkelanjutan. Namun, sebagian orang masih ragu karena adanya kekhawatiran terkait risiko penyakit kulit dari baju bekas. Lantas, apakah benar baju thrifting bisa memicu masalah kesehatan? Mari kita kupas secara mendalam.

Penyakit Kulit dari Baju Bekas?

Penyakit kulit akibat pakaian bekas umumnya disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme atau iritasi bahan. Beberapa jenis penyakit yang bisa muncul antara lain:

  1. Dermatitis kontak – Iritasi akibat bahan kimia yang tertinggal di pakaian seperti parfum, deterjen bekas, atau jamur.
  2. Infeksi jamur (Tinea corporis / kurap) – Bisa menyebar lewat pakaian yang terkontaminasi jamur dari pengguna sebelumnya.
  3. Scabies – Infeksi kulit akibat tungau yang sangat menular melalui kontak langsung atau pakaian.
  4. Kutu badan (pediculosis corporis) – Serangga kecil yang hidup dan bertelur di lipatan pakaian dan bisa berpindah ke kulit.

Mikroorganisme ini bisa bertahan cukup lama di serat kain, terutama bila pakaian tidak disimpan dengan benar atau tidak dicuci ulang.

Fakta: Baju Bekas Bisa Menjadi Medium Penularan Penyakit

Fakta: Baju Bekas Bisa Menjadi Medium Penularan Penyakit

Ya, risiko penularan penyakit dari pakaian bekas memang nyata, terutama jika pakaian:

  • Tidak dicuci setelah digunakan oleh orang sebelumnya.
  • Disimpan dalam kondisi lembap dan tidak terkena sinar matahari.
  • Terbuat dari bahan tebal atau berpori yang menyimpan kelembapan.
  • Digunakan oleh penderita penyakit kulit menular.

Penelitian dermatologi menyebutkan bahwa tungau dan kutu tubuh bisa hidup selama 1–2 hari di luar tubuh manusia dan bersembunyi di lipatan kain. Bakteri seperti Staphylococcus aureus juga bisa menetap di pakaian dan menyebabkan infeksi kulit jika menyentuh luka terbuka atau kulit sensitif.

Mitos: Semua Baju Bekas Pasti Berbahaya

Meskipun potensi penularan penyakit itu ada, tidak semua pakaian bekas berbahaya. Banyak toko thrift sudah memiliki standar kebersihan, seperti:

  • Menyemprotkan disinfektan atau antiseptik.
  • Menggunakan uap panas untuk membunuh kuman.
  • Mencuci dan menyetrika ulang barang sebelum dijual.

Selain itu, pakaian yang dibersihkan secara benar oleh pembeli akan menghilangkan sebagian besar mikroorganisme. Jadi, asal tahu cara penanganannya, risiko ini bisa ditekan seminimal mungkin.

Cara Mencegah Risiko Penyakit Kulit dari Baju Bekas

Cara Mencegah Risiko Penyakit Kulit dari Baju Bekas

Agar tetap aman saat memakai pakaian hasil thrifting, berikut adalah langkah pencegahan yang dianjurkan:

1. Cuci dengan Air Panas (jika bahan memungkinkan)

  • Suhu ≥60°C dapat membunuh sebagian besar jamur, bakteri, dan tungau.
  • Baju berbahan katun tebal atau linen umumnya aman dicuci air panas.

2. Gunakan Deterjen & Antiseptik Pakaian

  • Tambahkan antiseptik seperti Dettol, Bayclin Gentle, atau sejenis.
  • Gunakan sikat lembut untuk bagian leher, lengan, dan kerah yang lebih mudah kotor.

3. Jemur di Bawah Sinar Matahari Langsung

  • Paparan sinar UV alami efektif dalam membunuh kuman dan mencegah lembap.
  • Angin dan sinar matahari juga membantu menghilangkan bau pakaian bekas.

4. Setrika dengan Suhu Tinggi

  • Untuk baju berbahan tebal, suhu tinggi dapat menembus lapisan kain dan mematikan bakteri atau telur kutu yang tersisa.

5. Hindari Pemakaian Langsung

  • Pastikan baju sudah bersih dan kering sepenuhnya sebelum dikenakan.
  • Jangan pernah langsung memakai pakaian thrift, terutama pakaian dalam atau pakaian tidur.

Kesimpulan

Thrifting adalah pilihan untuk hemat, modis, dan ramah lingkungan. Namun, bijaklah dalam penggunaannya. Risiko penyakit kulit dari pakaian bekas memang fakta, tapi dapat dicegah dengan perawatan yang benar. Selama kamu menjaga kebersihan dan memahami langkah-langkah pencegahan, pakaian bekas bisa sama amannya dengan pakaian baru. Jadi, jangan takut untuk thrifting, asal tetap higienis.

Spread the love

Tinggalkan Balasan