Kekerasan terhadap perempuan adalah fenomena yang masih banyak terjadi di berbagai belahan dunia. Salah satu bentuk kekerasan yang paling merugikan adalah pemukulan yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Banyak dari pelaku kekerasan ini tampak tidak memiliki hati nurani dan justru merasa terbiasa dengan tindakan mereka. Mengapa hal ini bisa terjadi? Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan perilaku tersebut.
1. Pola Asuh dan Lingkungan yang Tidak Sehat
Laki-laki yang tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan cenderung menganggap perilaku agresif sebagai sesuatu yang normal. Jika sejak kecil ia sering melihat atau mengalami kekerasan, maka ada kemungkinan besar ia akan mengulanginya di masa dewasa. Pola asuh yang keras, kurangnya kasih sayang, dan tidak adanya pendidikan tentang empati dapat membentuk kepribadian yang dingin dan tidak berperasaan.
2. Budaya Patriarki dan Superioritas Laki-Laki
Di banyak masyarakat, budaya patriarki masih sangat kuat, di mana laki-laki sering dianggap lebih dominan daripada perempuan. Pandangan ini dapat menanamkan keyakinan bahwa perempuan harus tunduk, dan jika tidak, maka kekerasan dianggap sebagai bentuk ‘pengajaran’. Budaya ini membuat beberapa laki-laki merasa berhak mengontrol dan mendominasi perempuan, termasuk dengan cara kekerasan.
3. Gangguan Psikologis dan Kurangnya Empati
Beberapa pelaku kekerasan memiliki gangguan kepribadian yang membuat mereka sulit merasakan empati terhadap orang lain. Misalnya, individu dengan gangguan narsistik atau antisosial sering kali tidak memiliki hati nurani dan merasa tidak bersalah atas tindakan mereka. Mereka hanya peduli pada kepuasan pribadi dan tidak memiliki rasa hormat terhadap pasangan atau perempuan secara umum.
4. Ketidakmampuan Mengelola Emosi
Laki-laki yang terbiasa memukul perempuan sering kali tidak memiliki kemampuan mengelola emosi dengan baik. Ketika menghadapi konflik atau tekanan, mereka lebih memilih melampiaskan kemarahan dengan kekerasan fisik daripada mencari solusi yang lebih sehat. Kelemahan dalam mengendalikan emosi ini sering kali diperparah oleh faktor eksternal seperti tekanan ekonomi, stres pekerjaan, atau pengaruh lingkungan yang buruk.
5. Kecanduan Alkohol atau Narkoba
Penggunaan alkohol dan narkoba dapat memperburuk perilaku agresif seseorang. Banyak kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi ketika pelaku berada di bawah pengaruh zat adiktif ini. Efek dari zat tersebut dapat menurunkan kontrol diri dan meningkatkan kecenderungan untuk bertindak kasar tanpa mempertimbangkan akibatnya.
6. Kurangnya Konsekuensi dan Dukungan Hukum yang Lemah
Di beberapa tempat, hukum terhadap pelaku kekerasan masih lemah atau tidak diterapkan dengan tegas. Jika seorang laki-laki tidak pernah mendapatkan konsekuensi atas perbuatannya, maka ia akan terus mengulangi kekerasan tersebut. Selain itu, ketika korban takut untuk melapor karena ancaman atau tekanan sosial, pelaku semakin merasa tidak tersentuh oleh hukum.
7. Rasa Kepuasan dan Kekuasaan dari Menyakiti Orang Lain
Sebagian laki-laki yang terbiasa memukul perempuan memiliki rasa kepuasan dan superioritas ketika melihat orang lain merasa lemah atau tak berdaya. Mereka menikmati perasaan memiliki kendali atas seseorang dan merasa lebih kuat ketika bisa menakut-nakuti atau menyakiti pasangannya.
Kesimpulan
Tindakan seperti ini yang menjadi korban adalah perempuan, karena laki-laki yang tidak memiliki hati nurani merupakan hasil dari berbagai faktor, termasuk pola asuh yang salah, budaya patriarki, gangguan psikologis, serta kurangnya konsekuensi hukum. Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan pendidikan sejak dini mengenai kesetaraan gender, pengelolaan emosi yang baik, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan. Masyarakat juga harus berperan aktif dalam memberikan dukungan kepada korban agar mereka tidak merasa sendirian dan bisa keluar dari lingkaran kekerasan.
BACA JUGA ARTIKEL: Berapa Lama Trauma Akan Sembuh?