Kasus eksploitasi yang baru baru ini sedang ramai. Telah melibatkan sekelompok individu asal Tiongkok di Thailand. Mereka menjalankan praktik ilegal berupa “peternakan telur manusia,” di mana wanita muda direkrut dengan tawaran pekerjaan menggiurkan. Para korban dijanjikan gaji tinggi, berkisar antara €11.500 hingga €17.000, untuk bekerja sebagai ibu pengganti bagi pasangan yang ingin memiliki anak.
Untuk meyakinkan para korban, pelaku juga menawarkan bantuan dalam pengurusan paspor dan visa, sehingga banyak dari mereka tertarik dan percaya bahwa ini adalah pekerjaan legal dan aman. Namun, setibanya di Georgia, kenyataan yang dihadapi para korban sangat berbeda dari janji yang diberikan. Mereka disekap dalam fasilitas tertutup dan dipaksa menjalani siklus pemanenan sel telur manusia yang tidak manusiawi.
Kesaksian Korban: Eksploitasi dan Penderitaan
Seorang korban yang berhasil melarikan diri mengungkapkan bahwa ia dan sekitar 100 wanita lainnya disuntik dengan hormon perangsang sel telur manusia secara rutin. Proses ini berlangsung setiap bulan, tanpa penjelasan yang memadai ataupun perawatan medis yang layak. Mereka bahkan dibius dan dipanen sel telurnya menggunakan mesin, tanpa mendapat kesempatan untuk menolak.
Salah satu korban mengatakan, “Saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sampai tubuh saya mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan ekstrem dan rasa sakit yang luar biasa di bagian perut. Saya merasa seperti ternak, bukan manusia.”
Banyak korban yang ingin keluar dari tempat tersebut, tetapi mereka dihadapkan dengan ancaman dan harus membayar sekitar 70.000 baht (sekitar 30 juta rupiah) untuk mendapatkan kebebasan mereka. Hal ini membuat sebagian besar korban tetap terjebak dalam lingkaran eksploitasi.
Upaya Penyelamatan: Perjuangan Menghentikan Praktik Ilegal Ini
Kasus ini pertama kali terungkap berkat laporan seorang korban yang berhasil melarikan diri dan meminta bantuan dari Pavena Foundation for Children and Women, sebuah organisasi yang berfokus pada penyelamatan korban perdagangan manusia. Pavena Hongsakula, pendiri yayasan ini, segera melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang Thailand dan bekerja sama dengan otoritas Georgia untuk menyelidiki lebih lanjut.
Saat ini, otoritas telah mengidentifikasi lokasi beberapa fasilitas yang digunakan untuk praktik ilegal ini. Namun, masih ada banyak korban yang belum bisa dibebaskan karena keterbatasan akses dan ancaman dari jaringan kriminal yang menjalankan bisnis ini. Upaya penyelamatan terus dilakukan, dan masyarakat diminta untuk berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan mencurigakan yang menjanjikan gaji tinggi dengan proses yang terlalu mudah.
Dampak Suntikan Hormon: Ancaman bagi Kesehatan Fisik dan Mental
Dalam proses ini, korban disuntik dengan hormon perangsang ovarium, yang seharusnya hanya diberikan di bawah pengawasan medis ketat dalam program bayi tabung (IVF).
Penggunaan hormon ini secara tidak terkendali dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan yang serius, termasuk:
- Sindrom Hiperstimulasi Ovarium (OHSS) – Kondisi di mana ovarium membengkak secara tidak normal, menyebabkan rasa sakit, mual, dan bahkan risiko pembekuan darah.
- Gangguan Hormon Jangka Panjang – Siklus menstruasi yang tidak teratur, risiko infertilitas, hingga menopause dini.
- Dampak Mental dan Emosional – Rasa trauma, kecemasan, dan depresi akibat eksploitasi yang dialami.
Waspada terhadap Eksploitasi Biomedis
Kasus ini menjadi peringatan bagi semua wanita untuk lebih berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan dengan iming-iming gaji tinggi yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Eksploitasi dalam bidang biomedis semakin marak dan menargetkan individu yang rentan. Oleh karena itu, penting untuk selalu memverifikasi keaslian informasi, menghindari proses medis yang tidak jelas asal-usulnya, serta mencari bantuan dari otoritas jika merasa berada dalam situasi mencurigakan.
Pemerintah dan organisasi internasional juga harus lebih aktif dalam menangani kasus perdagangan manusia yang melibatkan eksploitasi biomedis ini, agar tidak semakin banyak korban yang jatuh ke dalam perangkap yang sama.
BACA JUGA ARTIKEL: Keadilan Bagi Korban Brother’s Home