Naik haji merupakan salah satu rukun Islam yang menjadi impian setiap Muslim. Dalam pelaksanaannya, banyak cara yang dilakukan oleh umat Islam untuk sampai ke Tanah Suci. Saat ini publik sedang menarik perhatian karena adanya umat Islam jalan kaki naik haji. Meskipun terdengar penuh tantangan, fenomena ini menimbulkan berbagai pertanyaan, terutama tentang relevansi antara ibadah tersebut dengan akal sehat serta ajaran Al-Qur’an.
Perspektif Akal Sehat
Dalam konteks akal sehat, jalan kaki naik haji dipandang sebagai bentuk pengorbanan dan ketekunan. Namun, tidak dapat disangkal bahwa metode ini juga menimbulkan risiko besar terhadap keselamatan dan kesehatan. Akal sehat mengajarkan manusia untuk memilih jalan yang lebih aman dan efektif tanpa mengurangi esensi ibadah itu sendiri.
Allah SWT memberikan kemudahan dalam beribadah, sebagaimana firman-Nya:
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Ayat ini menegaskan bahwa dalam menjalankan ibadah, umat Islam diperbolehkan memilih cara yang paling aman dan mudah, selama tidak mengurangi nilai ketakwaan dan keikhlasan.
Nilai Spiritual Perjalanan
Meskipun perjalanan haji dengan berjalan kaki bisa dipandang sebagai bentuk pengorbanan luar biasa, Islam tidak menganjurkan ibadah yang membahayakan diri sendiri. Al-Qur’an melarang umatnya untuk menjerumuskan diri dalam kebinasaan:
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Perjalanan jauh dengan berjalan kaki di tengah kondisi iklim yang ekstrem bisa berpotensi membahayakan nyawa. Oleh karena itu, pilihan ini harus dipertimbangkan dengan bijak dan tidak semata-mata didasarkan pada keinginan menunjukkan keteguhan hati.
Hikmah dan Keseimbangan
Ibadah haji bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan perjalanan spiritual menuju Allah. Keikhlasan, ketaatan, dan penghambaan adalah esensi utama yang harus ditekankan. Berjalan kaki tidak serta-merta menjadikan ibadah lebih mulia jika justru membahayakan diri sendiri.
Allah SWT memberikan kebebasan bagi hamba-Nya untuk memanfaatkan teknologi dan sarana transportasi yang tersedia sebagai bentuk rahmat dan kemudahan dalam beribadah. Oleh karena itu, umat Islam hendaknya menyeimbangkan antara pengorbanan fisik dan kebijaksanaan dalam menjalankan ibadah.
Kesimpulan
Jalan kaki naik haji adalah bentuk pengorbanan yang menginspirasi, tetapi bukanlah keharusan dalam Islam. Akal sehat dan ajaran Al-Qur’an menekankan pentingnya menjaga keselamatan diri serta memanfaatkan kemudahan yang diberikan Allah SWT. Yang terpenting dalam ibadah haji adalah ketulusan niat, ketaatan, dan kerendahan hati, bukan seberapa berat tantangan fisik yang ditempuh. Dengan memahami hal ini, umat Islam dapat menjalankan ibadah haji secara bijaksana tanpa mengorbankan akal sehat dan ajaran yang telah digariskan oleh Al-Qur’an.
BACA JUGA ARTIKEL: Cara Mengobati Telapak Kaki Sakit Saat Berjalan